Pada era Yunani ini
kegiatan-kegiatan diplomatik melibatkan para dewa dari bangsa di Yunani yaitu,
dewa dari bangsa Olympia, Hermes, serta juga melibatkan dewa Zeus yang
bertindak sebagai raja para dewa Yunani. Dalam mitologi Yunani, terdapat orang
yang bertugas sebagai utusan atau pembawa berita, pembawa berita ini biasa
disebut dengan heralds. Heralds dalam sejarah diplomasi era
Yunani dianggap sebagai orang kepercayaan yang berasal dari ras suci yaitu ras
Hermes.
Hermes dalam era Yunani
kuno ini melambangkan sifat-sifat yang memesona, penuh dengan tipu-daya, serta
melambangkan sifat cerdik. Heralds atau
para pembawa pesan akan menjadi juru bicara yang sekaligus akan melakukan
negosiasi di antara suku-suku bangsa yang berbeda. Walaupun heralds merupakan orang kepercayaan
Hermes, namun setiap kegiatan diplomatik yang dilakukan oleh pembawa pesan akan
tetap mendapat pengawasan dari Hermes. Jika pada era sebelumnya para pembawa
pesan atau pembawa berita tidak mendapat hak kekebalan, pada era Yunani ini,
para pembawa pesan akan mendapat hak istimewa kekebalan. Kegiatan diplomatik
pada era Yunani kuno ini lebih banyak ditemukan bukti-bukti kegiatan diplomatik
seperti banyak kata-kata Yunani yang berarti perdamaian, konvensi, serta
perjanjian seremonial.
Diplomasi era Yunani kuno
juga sering disebut sebagai praktik untuk menjalankan city-states. Hal ini dikarenakan pada era ini, masyarakat saling
menyadari bahwa keselamatan merupakan bagian dari warga negara mereka sendiri
di luar dari lingkup pengaruh mereka. Mengingat kembali arti kata diplomasi
yang berasal dari bahasa Yunani yakni diploun
yang berarti ‘melipat’ juga memiliki sejarahnya tersendiri. Pada era Yunani,
diplomasi sangat erat kaitannya dengan dokumen. Pada zaman itu, surat-surat
penting seperti dokumen perjalanan dan tagihan kereta, disegel pada pelat
logam, kemudian dilipat dan dijahit secara bersama-sama dengan cara yang aneh.
Dokumen yang dikemas dengan cara yang aneh ini disebut dengan diplomas, yang kemudian dari waktu ke
waktu istilah ini dianggap sebagai dokumen resmi.
Orang Yunani lebih sering
bertukar pesan secara lisan daripada secara tulisan, karena hal ini juga
dianggap sebagai praktik yang mencerminkan norma-norma dan tradisi. Sejak abad
keenam SM dan selanjutnya, para warga Yunani melakukan praktik memilih ahli
pidato yang terbaik sebagai utusan mereka. Menurut Nicholson, bangsa Yunani
menerapkan sistem perjanjian terbuka yang dilakukan secara terbuka pula.
Orang-orang Yunani menekankan pentingnya publisitas dan transparansi dalam
pelaksanaan diplomasi. Masyarakat Yunani pada era tersebut menolak bentuk
kekerasan dan kekejaman. Mereka menganggap bukanlah jalan yang baik untuk
menyelesaikan masalah. Hal ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan
Thucydides, bahwa perang sebagai upaya penyelesaian perselisihan internasional
“tidak baik dan tidak aman”.
Bagi Thucydides, kaum Yunani telah membawa
kegiatan diplomasi ke tingkat tinggi dengan seni negosiasi halus. Namun
pendapat ini disanggah oleh Nicholson yang memaparkan beberapa kekurangan dari
diplomasi era Yunani. Tanggapan yang pertama yaitu, kaum Yunani dianggap
memiliki penyakit kuno yaitu cinta akan perselisihan. Kemudian yang kedua,
mereka menganggap bahwa nilai negatif berasal dari tipu muslihat yang merusak
efektifitas negosiasi. Kemudian, kaum Yunani kurang memiliki efisiensi
pemerintah autokratik sehingga menghancurkan masyarakat mereka sendiri. Negara-negara kota (polis) di Yunani pada masa lampau, dalam
beberapa kesempatan, saling mengirim utusan satu sama lain untuk menegosiasikan
masalah-masalah tertentu. Seperti masalah perang, perdamaian, ataupun hubungan
perdagangan. Namun, penempatan duta besar secara reguler di negara-negara lain
belum terjadi pada masa ini.
Komentar
Posting Komentar